aku menunda pagi
diselang kelarutan senja
duduk bersila diantaranya
delapan sebuah sebutan
berlebihan angka sembilan
suntuk, aku suntuk
gerah menyengat
tak lagi lelah terpelihara
jengah kataku
enggan berlari terbirit
merangkak di penyempitan
bukan terlena
tapi wajib
terpaksa dibodohi
seakan bayi yg minta ditimang
terpuruk di galian
tak satupun tangan diulurkan
hentakan tiba
seakan kosong tak bertumpu
lalu?
aku harus bagaimana Tuhan?
akar merajut, api berdansa
daun jatuh, semut merong rong
apa aku harus,
hijrah sekali lagi?
Jakarta, 24 Feb 2017
mobil, 6.50 pm