Friday, October 21, 2016

Jejak Pensil Pertamanya

Jakarta
Ibukota terlaknat yang pernah aku tinggali
Sedikitpun tak terpikir olehku untuk singgah disana sekali lagi

Pikiranku sejenak terhenti di musim hujan kala itu
Keputusan untuk singgah di ibukota terlaknat itupun muncul
Aku ragu
Aku takut
Aku tak yakin

Pertahananku rapuh saat itu
Hanya sepi dan suara menemaniku
Lantunan lagu mengiringi
Mengulang dan selalu mengulang disetiap purnama

Gelap mulai menyelimuti ibukota
Tapi malam itu, purnama sangat terang
Diikuti angin yang berhembus pelan
Kerapuhanku perlahan hilang

Sadar akan suara dan sepi yang selalu menemaniku
Sedikit dan banyak pada akhirnya
Mengganggu pikiranku
Lagi dan lagi

Sejenak jiwa ini terperangkap didalam gelap
Terangnya purnama perlahan menggiringku ke keramaian
Mencari ada apakah gerangan?

Mataku seakan terbuka lebar
Tersadar oleh cahaya purnama
Sesosok calon ibu berdiri didepanku
Mata yang berhasil membuatku tak berkedip
Sentuhan tangannya yang lembut mengalihkan rasa

Hari berganti, musimpun mengikuti
Kerapuhanku semakin kokoh
Bahkan menjelma jadi kuat
Sayang tak disayang
Lidi itu menancapkan kepedihan
Dan kembali menjadi pohon sono yang tak mudah patah dimusim panas pertengahan tahun itu

Rapuhpun kembali menyapaku
Diatas kekokohan pohon sono itu
Seperti sekedarnya calon ibu itu lewat didepan ragaku
Dan berdiri didepanku

Keseimbanganku goyah sejenak
Ketakutan sekilas melirikku
Seakan bernafsu menculik wanitaku

Akupun kembali disapa sepi dan suara
Kali ini tidak dalam gelap
Pikiran sedikit membunuhku
Kedewasaan berusaha melantunkan lagu yang indah di jiwaku

Tepat satu malam awal pertengahan tahun
Keterlibatannya di hidupku sedikit acak
Bulan mulai redup, semakin gelap
Rapuh, rapuh dan rapuh

Sentuhannya sekali lagi membangkitkanku
Akupun tertampar
Berdiri tegak dalam sepi
Keyakinan menghasutku
Membiarkanmu pergi dalam gelap diiringi cahaya purnama itu

Semoga yang terbaik. Semoga. Semoga.

Jakarta, 5 Mei 2016
Pukul 7:59 AM

No comments:

Post a Comment